Kemunculan PKS tanpa kebun di Kutim memicu pencurian sawit marak

Keberadaan pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun di Kutai Timur kian menuai sorotan. Tak hanya menimbulkan pencurian sawit yang marak, pola bisnis ini juga dinilai menciptakan persaingan tidak sehat dan menggerus kemitraan antara perusahaan dan petani plasma
Aktivitas pemanenan sawit di PT Sinar Mas, Muara Wahau. Foto: Che Harseno
by
23 Juli 2024

MUARA WAHAU – Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun di wilayah Kutai Timur, mulai direspons banyak pihak karena menimbulkan polemik dan mendorong atmosfir bisnis sawit yang tidak sehat di Kutai Timur.

Legal PT Gawi Plantation Frans Manalo P Samagat mengatakan, setelah percobaan pembangunan PKS tanpa kebun di Kongbeng berhasil, ia menangkap sinyalemen langkah ini akan dilanjutkan ke tempat lain dengan model yang sama, salah satunya di Rantau Pulung.

“Sebagai perkebunan sawit yang taat aturan, kami selalu mengikuti regulasi pemerintah. Hanya saja, pemerintah juga harus mengantisipasi dampak sosial dari beroperasinya PKS tanpa kebun,” ujar Frans, ditemui thelimit.id awal Juli 2024 lalu di Sangatta.

Diketahui, PT Gawi Plantation di Rantau Pulung mengakuisisi perkebunan sawit milik PT Nusa Indah Kalimantan Plantations sekira 3 tahun lalu. Frans mengatakan pencurian sawit di kebun PT Gawi Plantation semakin tinggi karena permainan harga yang diduganya berasal dari PKS tanpa kebun.

Dia membandingkan saat harga di perusahaan Rp 2.400 per kg, PKS tanpa kebun bisa main di harga Rp 2.700 per kg dan dibayar tunai. Berbeda dengan sistem kemitraan pada perusahaan sawit berkebun, invoice ditagihkan pada bulan berikutnya.

Frans juga mengatakan baru saja mendapatkan informasi adanya kericuhan para pemegang surat perjanjian kerjasama (SPK) dari perusahaan berinisial KSM dengan para petani plasma di wilayah Kongbeng yang dimediasi oleh Dinas Perkebunan Kutai Timur dan Polres Kutai Timur. Para pekebun bermitra ini mengeluhkan pencurian sawit yang semakin meningkat.

“Dampak yang diterima langsung bukan hanya PKS yang memiliki kebun, tapi juga para petani plasma, koperasi atau kelompok tani yang dicuri sawitnya karena ada iming-iming pembayaran tandan buah segar (TBS) dengan harga jauh lebih tinggi yang ditawarkan PKS tanpa kebun,” tambah Frans.

Dari sumber thelimit.id di Polres Kutai Timur, membenarkan informasi dari Frans bahwa timbul gesekan antara pemegang SPK dengan petani sawit di wilayah Kecamatan Kongbeng. Sumber menyebut gesekan ini muncul akibat meningkatnya pencurian TBS sebagai salah satu dampak berdirinya PKS tanpa kebun di wilayah Kongbeng.

“Dari awal berdirinya pabrik sawit itu, manajemen perusahaan tidak melakukan pendekatan yang baik kepada warga petani sawit di area perusahaan. Para pemegang SPK pun banyak berasal dari luar wilayah sehingga menyebabkan kecemburuan dan gesekan dari kelompok tani lokal,” ungkapnya di sela-sela upacara HUT Bhayangkara di kantor Bupati Kutai Timur, 1 Juli 2024 lalu.

Meski tidak mau secara gamblang menyebut nama perusahaan dan tokoh di balik masalah PKS tanpa kebun, ia menuding permasalahan ini bermula dari lobi petinggi ormas di Kutai Timur yang membuka celah regulasi untuk berdirinya PKS tanpa kebun. “Karena saat itu tahun politik dan akses petinggi ormas ini hingga ke Jakarta, izin bisa turun,” tambahnya.

Berbeda dengan PT Gawi Plantation, ditemui saat Bakti Sosial Sunatan Massal PT Sinar Mas di Mapolsek Muara Wahau, 10 Juli 2024 lalu, Regional Controller (RC) Kaltim 1 PT Sina Mas Jhon Oberlin Damanik mengatakan pihaknya tidak terpengaruh oleh beroperasinya PKS tanpa kebun di RC Kaltim 1. Namun ia tidak menampik adanya penurunan hasil produksi dari kebun milik Sinar Mas maupun dari plasma rakyat, hanya saja disebabkan oleh siklus alam.

“Penurunan produksi memang ada, tetapi tidak kami kaitkan dengan tingkat pencurian sawit. Memang awal tahun ini ada siklus alam yang membuat hasil panen berkurang. Meski ada iming-iming harga tinggi, perusahaan dan warga di sekitar perusahaan tidak terganggu karena pola yang kami kembangkan saling menguntungkan,” ucap Jhon, yang sudah 4 tahun menjabat sebagai RC Kaltim 1.

Jhon juga menekankan hubungan yang baik dengan pihak kepolisian harus terjaga agar kasus-kasus pencurian sawit sebagai dampak dari permainan harga bisa ditekan.

Terkait masalah pencurian sawit plasma dan petani mandiri yang bermitra dengan PKS yang berkebun, Kapolsek Muara Wahau AKP Satria Yudha WR sudah menangani polemik ini sejak ia menjabat Kapolsek Kongbeng di tahun 2021. Satria bahkan sudah beberapa kali memediasi masalah pencurian dan gesekan para pemegang SPK dengan pekebun bermitra, terutama dari komunitas adat.

“Kami sempat rekomendasikan izin PKS tanpa kebun untuk ditunda karena banyaknya masalah, terutama soal pencurian sawit. Para pencuri ini pun sudah lihai memanfaatkan celah tindak pidana ringan karena hanya menggunakan angkutan sawit kecil dengan nilai sawit curian di bawah Rp 2,5 juta. Konsekuensinya, pihak kepolisian tidak bisa menahan pelaku dan hanya bisa mendorong penyelesaian secara kekeluargaan,” ungkap Satria.

Upaya Satria ini tidak mempan meredam pencurian karena PKS tanpa kebun tetap beroperasi. Sumber di kepolisian lainnya menyebut atas upaya Satria ini, menyebabkan dimutasi dari Polsek Kongbeng ke Polsek Muara Wahau.

Sebagai penanganan jangka pendek terhadap pencurian sawit di PT Gawi Plantation, Frans mengonfirmasi pola pencurian yang dilakukan para pencuri dengan cara melangsir tandan sawit dengan kendaraan kecil untuk menghindari pidana lebih berat karena dianggap tindak pidana ringan (tipiring).

“Mereka tidak bisa menghindar untuk ancaman hukuman lebih tinggi. Meski mengakali dengan pencurian kecil, kami tetap laporkan ke Polres Kutai Timur karena tindak pidananya saling berhubungan dan perbuatan dilakukan terus-menerus, sehingga kerugian bisa dikalkulasi,” tutupnya.

Sementara itu, dilansir dari mediaperkebunan.id, polemik PKS tanpa kebun ini sebenarnya sudah dikritisi banyak pihak. Bukan hanya PKS yang berkebun mendapatkan dampak langsung, para petani bermitra dari Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) juga mendapatkan dampak langsung karena dianggap merugikan petani.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum APPKSI MA Muhammadyah itu menyebutkan, PKS tanpa kebun bisa melenggang tanpa rintang sebagai konsekuensi berlakunya UU Cipta Kerja. Dengan adanya UU Cipta Kerja, proses pendirian pabrik sawit menjadi lebih ketat dari sisi lingkungan, namun mereduksi kewajiban kemitraan 20 persen.

Di sinilah PKS tanpa kebun menjadi polemik karena asal usul sawit menjadi semakin ambigu. Padahal di peraturan sebelumnya, jika merunut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 98 Tahun 2013, bahwa PKS diwajibkan bermitra dengan petani untuk memenuhi pasokan bahan baku sebesar 20 persen.

“Bukannya membuat petani sawit semakin untung, justru menciptakan banyak kerugian bagi petani plasma. PKS tanpa kebun malah memberi peluang terjadi tindak pidana pencurian TBS milik perkebunan sawit yang bermitra dengan petani plasma” tukasnya.

Dampak negatif lainnya dari polemik ini, lanjut Muhammadyah, membuka persaingan harga yang tidak sehat, serta dapat merusak kemitraan antara PKS dan pekebun petani mandiri maupun plasma.

“Pemerintah seharusnya bisa memberikan solusi yang lebih matang kepada permasalahan di industri sawit, dan bukan malah memberi peluang kepada persaingan yang tidak sehat,” tegas Muhammadyah.(*/che)

Admin

Berkarie di media online sejak jaman kompeni, jurnalis uzur ini menyukai outdoor activity, seperti main layangan dan meriam bumbung.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.